Seperti judul salah satu
lagu dari Krisdayanti “Menghitung Hari”, tidak
sampai sebulan lagi Indonesia
akan menggelar sebuah hajatan besar, yaitu pesta demokrasi yang disebut dengan Pemilu. Pemilu sudah di ambang pintu. Segala sesuatu yang berkenaan dengan
aktivitas untuk menyambut
perhelatan akbar ini terus dipersiapkan oleh pihak-pihak yang berwenang. Apapun itu bentuknya, hanya satu
yang kita harapkan, Pemilu ini
dapat berlangsung dengan damai serta jujur dan adil (jurdil).
Sehubungan dengan itu,
jadwal Pemilu pun sudah ditetapkan. Pemilu 2014 ini akan
dilaksanakan dua kali, yaitu sebagai pemilu legislatif (pileg) pada 9 April 2014 yang akan memilih para anggota legislatif
dan pemilu presiden (pilpres) pada
tanggal 9 Juli 2014 yang akan memilih presiden dan
wakil presiden. Begitu pula dengan jadwal kampanye bagi partai-partai peserta Pemilu, juga sudah disusun
sedemikian rupa, supaya dapat berjalan dengan tertib dan sesuai dengan aturan
yang berlaku.
Adapun yang menjadi undangan
dari pesta pemilu ini adalah seluruh
rakyat Indonesia yang sudah
memenuhi persyaratan sebagai pemilih, tanpa terkecuali. Oleh karena itu, kepada semua warga di Republik ini, yang
namanya sudah terdaftar sebagai pemilih diharapkan agar bisa menggunakan hak
suaranya pada saat Pemilu nanti. Salurkan aspirasi Anda di dalam bilik suara pada tempat pemungutan suara (TPS).
Ingat, suara Anda hari ini akan
menentukan masa depan Anda pada lima tahun mendatang!
Golput: Golongan Putus
Asa
Sebagaimana pemilu-pemilu sebelumnya, Pemilu
kali ini tak lepas dari pro dan kontra. Bahwa ada banyak karakter pemilih yang
akan turut meramaikan Pemilu tahun ini merupakan sunnatullah. Dari mereka yang paling bersemangat ingin ikut terjun atau berpartisipasi di
dalamnya, mereka yang ogah-ogahan atau setengah hati mengikuti, hingga mereka yang memilih untuk tidak ikutan sama sekali alias golput, semuanya ada. Tentang yang bersemangat dan yang ogah-ogahan, saya tidak membahasnya. Saya hanya akan membahas orang-orang yang masuk dalam golput. Siapa sajakah mereka?
Golput (golongan putih) adalah sebutan untuk orang-orang
yang tidak menggunakan hak pilihnya dalam pesta demokrasi atau pemilu. Ada berbagai
alasan mereka tidak mau berpartisipasi dalam pemilu. Yang jelas, fenomena golput ini
sudah ada sejak diselenggarakannya pemilu pertama di Indonesia pada 1955 dan semakin marak kehadirannya pada masa Orde Baru, terutama pada
1971. Gerakan ini
dimotori oleh beberapa orang, di antaranya Arief Budiman, Julius Usman dan almarhum Imam Malujo Sumali (Pengertian Golput dalam Pemilu, Masruhin Dander, 2012).
Sedangkan alasan orang
lebih memilih golput, menurut
saya ada dua, yaitu faktor ketidaksengajaan dan faktor kesengajaan. Pertama, faktor ketidaksengajaan disebabkan oleh beberapa kejadian
yang di luar dugaan atau
ketidakmampuan seseorang untuk menolaknya yang terjadi bertepatan dengan hari H pencoblosan.
Misalnya, musibah (sakit, meninggal
dunia, bencana alam, dan lain-lain), bepergian, ada pekerjaan yang tak bisa ditinggalkan, ketiduran, dan sebagainya. Bisa juga karena tidak
terdaftar sebagai pemilih atau karena faktor ketidaktahuan atau kurangnya informasi dan
sosialisasi mengenai Pemilu itu sendiri (terkait surat suara dan tatacara
pencoblosan).
Yang kedua adalah faktor
kesengajaan, untuk tidak memilih pada
saat Pemilu berlangsung. Hal ini dilandasi oleh berbagai alasan atau
kemungkinan. Antara lain ialah karena merasa tidak ada partai atau calon (caleg
dan capres) yang layak untuk dipilih. Menganggap ada atau tidak adanya Pemilu
hasilnya sama saja, bahwa Pemilu tidak akan pernah mengubah keadaan yang sudah dianggap rusak, bobrok, atau kisruh. Beranggapan
bahwa Pemilu ini hanya akan menguntungkan segelintir orang yang berkepentingan
di dalamnya.
Selain dari beberapa faktor
kesengajaan di atas, menurut saya ada lagi yang lebih ekstrim, yaitu faktor suku, agama, dan ras antargolongan
(SARA). Masuk pula dalam kategori ini ialah adanya sekelompok orang Islam yang
menghujat atau mengecam Pemilu sebagai
salah satu produk demokrasi yang tak boleh diikuti, apalagi terjun langsung
sebagai peserta Pemilu. Menurut mereka demokrasi itu merupakan sebuah sistem kufur yang
tidak ada hubungan sama sekali dengan Islam dan bertentangan dengan hukum islam. Oleh karenanya, segala sesuatu yang
berkaitan dengan demokrasi haram hukumnya, termasuk juga Pemilu.
Apapun itu bentuknya, menurut saya golput bukanlah sikap yang tepat
untuk dijadikan pegangan, sebab golput merupakan kumpulan orang yang tidak memiliki kepekaan (sense of belonging) terhadap segala persoalan bangsa ini. Mereka cerminan dari orang-orang
yang apatis dan pesimis. Gambaran dari orang-orang yang tidak mempunyai
semangat hidup yang tinggi serta mudah sekali berputus asa. Tidak punya
pilihan hidup, hanya berpasrah kepada nasib belaka. Padahal dalam Islam sendiri sudah
diajarkan bahwa kita tidak boleh berputus asa dari rahmat Allah SWT.
PKS: Solusi Pilihan
Terlepas dari itu semua,
hidup harus terus berjalan. Apapun yang terjadi kita harus tetap optimis, cepat
atau lambat kita pasti akan menemui jalan keluar dari semua kemelut yang kita
hadapi sekarang ini. Indonesia membutuhkan orang-orang yang baik, sholeh, cerdas, jujur, dan amanah. Dan, itu tidak bisa
dilakukan hanya dengan berdiam diri dan berdoa saja. Harus ada aksi nyata
yang ditunjukkan dan diberikan kepada bangsa ini.
Bagaimana mungkin di
satu sisi kita menginginkan suatu perubahan dalam parlemen dan pemerintahan,
namun di sisi yang lain kita tidak mau terlibat langsung di dalamnya, walaupun cuma sekedar
meluangkan waktu kita selama lima menit saja di dalam bilik suara. Di satu sisi kita berteriak mengatakan
demokrasi bertentangan dengan hukum islam (kufur),
namun di sisi yang lain kita lupa selama ini kita telah makan dan minum dari
hasil produk demokrasi itu sendiri.
Untuk itu sebagai bentuk
dari rasa kepedulian dan kecintaan kepada Tanah Air, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) hadir untuk memberikan
solusi. PKS bisa menjadi salah satu
pilihan dari sekian banyak pilihan yang ada. Sebagai partai Islam yang modernis,
kiprahnya di dunia perpolitikan Indonesia tak perlu diragukan lagi. Saat ini, PKS menjadi partai Islam terbesar di Indonesia.
Dengan ditopang
kader-kader yang berkualitas, baik dari segi ilmu duniawi maupun ukhrowi, PKS siap bersaing dengan
jutaan anak bangsa lainnya. Siap bersinergi demi kemajuan Ibu Pertiwi, siap memberikan
sumbangsih dan karya nyatanya bagi negeri. Tiga kali mengikuti Pemilu, PKS sudah membuktikan
dirinya sebagai partai yang tak bisa dianggap remeh oleh kawan maupun lawan.
Sejumlah kader-kadernya
yang saat ini duduk di badan legislatif maupun eksekutif, telah berhasil
menunjukkan jati dirinya. Walaupun jumlah mereka masih tergolong kecil, mereka tidak menyurutkan langkah untuk
terus menegakkan amar ma’ruf nahi munkar
di manapun berada. Begitu pula dengan para kadernya yang berada di luar parlemen dan
pemerintahan, mereka tetap bahu-membahu memberikan karya nyatanya, meski
sekecil apapun jua itu bentuknya. Bahwa mereka memang “berbeda” dari yang
lain, itulah faktanya.
Maka, jangan pernah ragu
untuk memilih PKS pada Pemilu tanggal 9 April nanti, karena PKS ada memang untuk
menyelamatkan Indonesia. Jangan pernah mau
diajak menjadi golput, karena itu bukanlah watak para
pejuang, namun watak para pecundang. Allohu akbar!
Ditulis oleh Ria Sanusi, seorang istri dan ibu dari lima anak di Tangerang Selatan
Post a Comment