BANDUNG (29/1) - Netty Heryawan mendapatkan hasil yudisium
"sangat memuaskan" usai menjalani sidang ujian promosi gelar Doktor
Bidang Ilmu Pemerintahan dengan tema "Evaluasi Kebijakan Goverment to Goverment Indonesia dengan
Korea Selatan (Studi Kasus Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Korea Selatan)
di Ruang Sidang PPs Unpad Bandung, Kamis (29/1).
Dalam desertasinya, Netty
memandang bahwa program G to G sebagai sebuah kebijakan yang bagus dalam
konteks untuk memperbaiki sistem penempatan dan perlindungan tenaga kerja
Indonesia di luar negeri. Walaupun pada implementasinya, menurut Netty, masih
banyak kekurangan yang harus diperbaiki.
"G to G ini baru
dilakukan di 3 negara, di tahun 2004 dengan Korea Selatan, tahun 2006 dengan
Jepang dan tahun 2008 dengan Timor Leste. Namun sebelumnya dilakukan P to P (Private to Private) yang tidak
menguntungkan bagi tenaga kerja kita dari tahun 1993 - 2003," jelasnya.
Maka dari itu Netty
mengajukan konsep baru dalam program G to G yaitu orientasi sikap yang terkait
dengan target sasaran bahwa TKI ini juga tidak boleh melanggar aturan negara
dimana mereka bekerja. Serta komitmen bersama yang dimaksudkan pemerintah
Indonesia dan Korea Selatan terhadap permasalahan yang dihadapi oleh TKI.
Disamping itu Gubernur
Jawa Barat Ahmad Heryawan menyambut baik desertasi dengan ide G to G ini.
"Dalam sisi pemerintahan, saya sebagai Gubernur Jawa Barat menyatakan
masukan-masukan tersebut dapat ditindaklanjuti oleh Pemerintah Provinsi.
Walaupun G to G ini berkaitan dengan pemerintah pusat kedua negara, tetapi
dalam tahapan tertentu, seperti proses rekrutmen berasal dari provinsi, maka
dari sanalah kami akan terlibat dalam memperbaiki pengiriman tenaga
kerja," tambahnya.
Netty menyebutkan hasil
penelitian ini menunjukkan adanya karakteristik evaluasi fokus nilai kebijakan
G to G Korea Selatan-Indonesia. Hal tersebut dilatarbelakangi oleh permasalahan
yang berkaitan dengan pengelolaan tenaga kerja asing, yang bekerja di Korea
Selatan oleh perusahaan swasta (private
to private). Kondisi ini berdampak pada irasional biaya pengiriman Tenaga
Kerja Asing (TKA).
Status TKA sebagai peserta magang dan terjadi pelanggaran overstayed. Hasil kebijakan atau manfaat
dari program G to G sebagai pemaknaan karakteristik evaluasi independensi fakta
nilai dengan terjaminnya perlindungan hak TKA oleh UU Korea Selatan.
Lalu, karakteristik
evaluasi orientasi masa kini dan masa lampau menunjukkan implementasi program
yang masih memiliki permasalahan di Indonesia (dalam proses rekruitasi,
pelaksana tes bahasa Korea, proses pemanggilan, proses prelimdan proses
pengiriman) maupun di Korea, yaitu perusahaan tidak lagi beroprasi, TKA
mengalami gegar budaya, gangguan kesehatan, dan tidak loyal lagi pada
perusahaan.
Dualitas nilai, lanjut
Netty, menunjukkan bahwa program G to G memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan
G to G antara lain dapat menjamin hak TKA, peningkatan kualitas TKA, dan
meminimalisasi biaya. Sedangkan kekurangnya, adanya ketidakpastian SDM, baik
sebagai pembuat kebijakan maupun sebagai implementor, kurangnya koordinasi yang
menyebabkan ketidakakuratan data, dan permasalahan yang dilakukan TKI serta
tidak adanya interaksi antara pemilik perusahaan dengan calon pekerja.
“Dengan demikian, saya ingin menyampaikan saran kepada stakeholder terkait untuk mulai
menginisiasi program G to G ke negara lain termasuk yang sudah dilakukan ke
Jepang dan Timor Leste. Berharap nantinya tenaga kerja yang akan bekerja ke luar
negeri dapat dikawal dengan program G to G ini karena lebih aman, lebih
terjamin, dan kesejahteraan bagi tenaga kerja lebih baik.
Ujian promosi gelar Doktor tersebut melibatkan Tim
Promotor yang menguji yaitu Nasrullah Nazsir, Djadja Saefullah, serta Asep
Kartiwa. Selain itu, Tim Oponen Ahli antara lain Utang Suwaryo, Oekan S.
Abdoellah, dan Yanyan M. Yani. Sedangkan representasi Guru Besar yaitu Dede Mariana.
Sumber: Humas Pemprov Jabar
Post a comment