
Hal tersebut disampaikan Anggota Komisi XI DPR RI, Abdul Kharis
Almasyhari saat menjadi narasumber dalam "Sosialisasi Peran BPK RI dan
DPR RI dalam Pengelolaan Keuangan Negara Menuju Kesejahteraan Rakyat"
yang diadakan di Hotel Lor In, Kota Solo, Senin (16/3).
"Perlu diketahui, APBN kerap mengalami kebocoran lantaran dikorup
para pejabat. Jumlahnya pun tak tanggung-tanggung hingga mencapai 30
persen. Jika APBN minimal Rp1.400 triliun, sekitar Rp400 miliar dana
APBN yang menguap setiap tahun. Jumlah yang besar bukan? Maka peran
maksimal BPK sangat diperlukan untuk mengatasi masalah itu. Akan tetapi,
sampai saat ini, BPK masih menghadapi kendala dan tantangan," kata
Kharis.
Selain masalah praktik korupsi, Kharis menggarisbawahi mengenai
kendala dan tantangan BPK tentang batasan akses pemeriksaan. Menurutnya,
BPK masih dibatasi untuk mengakses dalam pemeriksaan terkait penerimaan
pajak dan proyek-proyek yang dibiayai dari pinjaman luar negeri. Untuk
itu, BPK dituntut untuk memberikan perhatian penuh atas keterbatasan
akses dengan komunikasi dengan pemerintah, yakni Menteri Keuangan, DPR,
dan pemberi pinjaman.
Lebih lanjut, Kharis juga mengidentifikasi faktor internal BPK dalam
kinerjanya. Paling tidak, kata Kharis, ada tiga hal yang masih menjadi
kendala BPK. Kendala-kendala tersebut antara lain kualitas dalam
mengaudit, masalah suap yang terkadang menggoda Auditor BPK, dan jumlah
pegawai BPK yang masih terbatas.
"Banyak analisa BPK yang masih keliru dalam melakukan pemeriksaan.
Hal itu bisa dilihat dari hasil pemeriksaan yang dilakukan lembaga itu
belum maksimal. Bahkan, audit standar kinerja Auditor BPK masih kalah
dengan yang dimiliki Badan Pengawas Keuangan Pembangunan (BPKP). Selain
itu, ada juga permasalahan godaan suap. Sekadar ingatan, pada 22 Juni
tahun 2010, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan dua auditor BPK,
yaitu Suharto dan Enang Hernawan," ujarnya.
Sementara itu, tambah Kharis, jumlah pegawai BPK masih terhitung
sangat kecil. Sampai saat ini jumlahnya baru sekitar 6.000 orang.
Padahal menurut peraturan perundangan, BPK harus memiliki perwakilan di
setiap provinsi.
"Karena jumlah pegawai yang masih sedikit ini, target audit BPK
menjadi sangat kecil. Tahun 2015 ini, target audit kinerja juga hanya 20
persen saja," tambah politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Kharis menambahkan peran serta DPR dalam menindaklanjuti laporan
temuan BPK juga masih belum maksimal. Padahal setiap enam bulan, BPK
selalu memberikan laporannya kepada DPR.
"Sesuai UUD 1945, laporan pemeriksaan BPK disampaikan kepada DPR,
DPD, dan DPRD. Untuk itu, perlu adanya format tindak lanjut yang tepat
atas laporan BPK.
Diikuti oleh sekitar 200 peserta dari kalangan eksekutif se-Solo raya
dan pihak-pihak terkait, acara Sosialisasi BPK tersebut dibuka oleh
Bupati Karanganyar, Juliatmoko. Selain itu, sebagai narasumber
sosialisasi juga hadir Ketua BPK RI, Hary Azhar dan Anggota DPR RI
Muhammad Hatta.
Sumber: http://pks-solo.or.id
Post a Comment