
"Bisa
melahirkan anak-anak yang berprestasi, bisa mengantarkan suami meraih prestasi
atau capain lebih baik, bisa menjaga amanah suami sebagai pemimpin sebuah
organisasi,” ujar istri dari Gubernur Sumut tersebut dalam sebuah diskusi memperingati Hari Kartini
di salah satu Harian Surat Kabar di Medan, Senin (20/4).
Hadir juga
sebagai narasumber Guru Besar Ilmu Sosial Politik Universitas Sumatera Utara (USU) Erika Saragih,
Penasehat Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia Sumut Tati Habib Nasution, akademisi, serta wartawan se-kabupaten/kota di Sumut.
Sutias
menyatakan perjuangan RA Kartini telah memberi peluang para wanita untuk lebih
maju dalam segala bidang khususnya menjadi seorang pemimpin. Namun tentunya
kaum wanita dalam emansipasinya tidak meninggalkan kewajibannya sebagai ibu dan
istri di rumah.
Sutias
mengatakan, wanita itu lebih fleksibel, empati, peduli, rajin, teliti, teratur,dan
tekun sehingga sebenarnya wanita di satu sisi lebih unggul dari kaum laki-laki.
Maka layak dikatakan seorang wanita yang juga sebagai seorang istri/ibu bagi
anaknya menjadi predikat yang sangat tertinggi.
Menurut
Sutias, perempun patut mengembangkan potensinya namun tetap harus
memprioritaskan keluarganya. Bahkan tokoh wanita seperti Hillary Clinton baru
aktif terjun ke dunia politik setelah anaknya dewasa dan mandiri.
Makanya, lanjut dia, perempuan dan lelaki harus
saling melengkapi.
Dia
menjelaskan, sebagai masyarakat umum yang ingin mendukung seseorang jadi
pemimpin kepala daerah maupun pemimpin lainnya, harus melihat potensi yang ada
dalam diri perempuan tersebut.
Dia mengatakan, saat ini perempuan di Sumut
sudah banyak yang maju dan bahkan lebih hebat lagi, dan tidak kalah dengan
tingkat nasional.
Dikatakannya,
kerja perempuan itu tidak boleh disepelehkan. Sebab perempuan lebih sempurna di dalam memandang sesuatu hal, karena perempuan
itu sampai hal lebih kecil-kecil pun diperhatikannya.
“Semua warga
negara berhak menjadi seorang pemimpin, dengan hampir 50 persen jumlah wanita
di Sumut, maka sudah selayaknya para wanita memberikan potensi yang dimiliki
untuk memajukan bangsa, termasuk menjadi pemimpin” ujarnya.
“Seperti
Hillary Clinton, dia mau masuk ke panggung politik setelah anaknya dewasa dan
sudah mandiri. Demikian dengan pemimpin wanita lainnya. Ibu-ibu tersebut sudah
mengantarkan anak-anaknya ke posisi yang cukup baik,” katanya.
Wanita Indonesia sekarang, kata Sutias, sudah
jauh lebih maju jika dibandingkan dulu.
“Ini semua
berkat Ibu Raden Ajeng Kartini. Sebelum Raden Ajeng Kartini sebenarnya banyak
perempuan Indonesia yang tidak kalah kepintarannya dan juga sepak terjangnya di
masyarakat. Tetapi kebetulan tidak tertulis dan tidak tercatat di dalam sejarah
perjuangan bangsa. Seperti Dewi Sartika, Cut Nya Dien, dan lainnya semua
bekerja dan berjuang di daerahnya masing-masing membangkitkan semangat juang,
baik perempuan maupun lelaki,” paparnya.
“Jika
perempuan mau maju jadi pemimpin di daerah maupun negara, dia harus mempunyai
kapasitas yang lebih. Kita juga tidak boleh meninggalkan jabatan kita sebagai
ibu rumah tangga.
Bagaimana pun kita sebagai ibu rumah tangga tetapi dibutuhkan posisi kita sebagai ibu rumah tangga yang melayani suami dan anak-anak di
rumah.
“Kita melihat
saat ini banyak wanita muda yang menjadi anggota dewan, dan tentu masyarakat
bertanya, apa yang sudah diberikan mereka kepada Indonesia. Harapannya di awal, ketika ada kuota 30 persen dari
perempuan, mereka bisa membawa aspirasi perempuan ke tingkat nasional maupun
internasional. Tapi saya kurang setuju terkait harapan itu, keberadaan
perempuan di dewan seharusnya mewakili semua rakyat, bukan perempuan saja, yang
penting bagaimana kita semua bekerjasama di dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
umum dalam rangka membangun Indonesia ke depan,” ungkapnya Sutias.
“Contohnya
seperti Prof Erika Saragih yang menjadi salah satu rektor universitas di
Sumut dan guru besar di USU. Juga misalnya di wilayah Pemerintah Provinsi sendiri sekarang Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)-nya dipimpin
oleh wanita, seperti Plh Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara Sabrina, Kepala Badan Lingkungan Hidup
Provinsi Sumatera Utara Hidayati,
Kepala Badan Penanaman Modal Provinsi Sumatera Utara Purnama Dewi, dan di sejumlah daerah di Sumut,
camat dan lurahnya ada perempuan. Kinerjanya tidak tertinggal
dibandingkan dengan lelaki,” paparnya.
“Kalau lelaki
mungkin berpikir secara global, kalau perempuan sampai ke tingkat kecil-kecil
pun diperhatikannya. Sebab seorang ibu, ketika jadi pejabat, maka sampai alas
meja pun menjadi perhatiannya. Jadi antara ibu-ibu dan bapak-bapak sebenarnya
bukan teman untuk bersaing tapi bagaimana bisa saling melengkapi. Sebab
perempuan dan lelaki adalah mitra yang dilahirkan oleh Tuhan untuk
bekerjasama,” pungkasnya.
Sumber: Humas Kantor Gubernur Sumatera Utara
Post a Comment