Hari
Pendidikan Nasional mengingatkan kita pada sejarah Ki Hajar Dewantara dalam
memperjuangkan keadilan dan hak mendapatkan Layanan Pendidikan. Seharusnya,
layanan pendidikan buat anak-anak bangsa sekarang ini sudah tidak ada lagi
masalah. Namun, jika menarik kembali ke kondisi pendidikan di sekolah, terdapat
sejumlah indikator pendidikan yang menunjukkan kondisi memprihatinkan dalam
dunia pendidikan, dalam hal layanan pendidikan dan partisipasi sekolah. Lebih
memprihatinkan lagi ini terjadi di Jakarta yang notabene penduduknya melek
informasi, tingkat ekonomi cukup baik, dan hampir tidak ada masalah dengan
prasarana dan pelayanan pendidikan. Layanan Pendidikan di Jakarta masih
menyisakan sejumlah persoalan. Data dari Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta menunjukkan
bahwa capaian indikator Angka Partisipasi Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni
(APM), dan Angka Partisipasi Sekolah (APS) mengalami penurunan pada tahun 2014.
Dibandingkan
data tahun 2013, capaian indikator tahun 2014 menurun dan tidak ada yang menunjukkan
capaian angka 100%. Indikator APK SD/MI turun sebesar 24,77%, kemudian APK
SMP/MTs turun sebesar 13,47%, sedangkan APK SMA/MA turun 15,26%. Semuanya
menurun di atas 10%. Padahal APK merupakan indikator untuk mengetahui
seberapa banyak penduduk usia sekolah yang sudah dapat memanfaatkan fasilitas
pendidikan di suatu jenjang pendidikan tertentu.
Sementara
itu, capaian untuk APM yang menunjukkan proporsi anak yang bersekolah tepat
waktu sesuai usia dan jenjang pendidikannya, menunjukkan angka untuk SD/MI
adalah 79,15%. Sementara capaian APM SMP/MTs adalah 72,40%, dan APM SMA/MA di
angka 48,83%. Capaian tersebut menunjukkan bahwa proporsi anak yang bersekolah
tepat waktu di Jakarta masih di bawah 80%. Bahkan untuk usia sekolah SMA/MA
masih dibawah 50%.
Bagaimana
dengan capaian Angka APS sebagai indikator dasar untuk mengukur akses penduduk
terhadap fasilitas pendidikan, khususnya penduduk usia sekolah? Dari data yang
ada, yang sangat memprihatinkan adalah data APS jenjang SMA/MA. Jakarta
memiliki 48,91% persen penduduk berusia SMA/MA yang tidak bersekolah. Data
capaian APS di setiap jenjang sekolah juga menurun. APS untuk SD/MI adalah 87,05%
, APS SMP/MTs adalah 95,59%, dan APS di jenjang SMA/MA adalah 51,09%.
Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta harus segera menyadari bahwa ada kondisi yang sangat
memprihatinkan dalam angka partisipasi (APK, APM, dan APS) penduduk terhadap
pendidikan di Jakarta. Bukan hanya penurunan yang terjadi di tahun 2014, namun
juga angka partisipasi yang rendah yang seharusnya tidak boleh terjadi untuk
kota seperti Jakarta yang memiliki sarana prasarana dan fasilitas pendidikan
lengkap. Daerah dengan alokasi anggaran pendidikan yang mencapai lebih dari 10
triliun rupiah dan menjadikan pendidikan sebagai dedicated program.
Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta, khususnya Dinas Pendidikan harus melakukan evaluasi
secara menyeluruh atas menurunnya prosentase Capaian Indikator APK, APM, dan
APS pada tahun 2014, juga rendahnya capaian APK, APM, maupun APS. Jakarta
adalah Ibukota Negara yang seharusnya menjadi barometer dan contoh bagi provinsi
lainnya. Anggaran yang besar, fasilitas pendidikan yang lengkap, dan penduduk
yang relatif terdidik harusnya menghasilkan indikator-indikator pendidikan yang
tinggi dan pendidikan berkualitas. Harus dilakukan kajian menyeluruh dan dicari
penyebabnya, agar penduduk usia sekolah di Jakarta semuanya bisa mendapatkan
hak pendidikannya tepat waktu, sesuai usia sekolahnya masing-masing. Dinas
Pendidikan juga perlu melakukan inovasi kebijakan yang bisa mendorong
peningkatan indikator partisipasi tersebut khususnya APS.
Hari
Pendidikan Nasional dan Ulang Tahun DKI Jakarta ke-488, harus menjadi momen
bagi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk lebih serius meningkatkan layanan
dan mutu pendidikan di DKI Jakarta dengan melibatkan semua pemangku kepentingan
pendidikan. Sehingga, pendidikan di Ibukota bisa bersaing dengan Ibukota negara
lain.
Hari Pendidikan Nasional dan Potret Buram Pelajar Ibukota
Hanya sepekan menjelang Hari Pendidikan Nasional pada tanggal 2 Mei 2015, dunia pendidikan di Jakarta dikejutkan dengan dua pemberitaan tentang ancaman bencana moral pelajar di Jakarta. Pertama adalah pemberitaan tentang rencana pesta bikini siswa-siswa sebagai perayaan setelah ujian nasional yang akan diadakan sebuah event organizer di sebuah hotel berbintang. Kedua adalah penangkapan kegiatan prostitusi disebuah kompleks apartemen di Jakarta yang melibatkan pelajar sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK). Padahal persoalan tawuran pelajar belum lagi bisa dituntaskan dan masih terus memakan korban. Demikian pula dengan fenomena cabe-cabean yang melibatkan remaja usia pelajar yang berkeliaran di malam hari. Ancaman kerusakan pelajar memang semakin menghantui dunia pendidikan kita, khususnya di Jakarta.
Hari Pendidikan Nasional dan Potret Buram Pelajar Ibukota
Hanya sepekan menjelang Hari Pendidikan Nasional pada tanggal 2 Mei 2015, dunia pendidikan di Jakarta dikejutkan dengan dua pemberitaan tentang ancaman bencana moral pelajar di Jakarta. Pertama adalah pemberitaan tentang rencana pesta bikini siswa-siswa sebagai perayaan setelah ujian nasional yang akan diadakan sebuah event organizer di sebuah hotel berbintang. Kedua adalah penangkapan kegiatan prostitusi disebuah kompleks apartemen di Jakarta yang melibatkan pelajar sebagai Pekerja Seks Komersial (PSK). Padahal persoalan tawuran pelajar belum lagi bisa dituntaskan dan masih terus memakan korban. Demikian pula dengan fenomena cabe-cabean yang melibatkan remaja usia pelajar yang berkeliaran di malam hari. Ancaman kerusakan pelajar memang semakin menghantui dunia pendidikan kita, khususnya di Jakarta.
Sejalan
dengan Undang-Undang (UU) No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas), fungsi dan tujuan pendidikan pada Peraturan Daerah No 8 tahun 2006
tentang Sistem Pendidikan, menyatakan bahwa pendidikan berfungsi mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak warga masyarakat yang cerdas dan bermartabat
untuk mewujudkan kehidupan yang beradab, bertujuan mengembangkan potensi
peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, mampu bersaing
pada taraf nasional dan internasional, serta menjadi warga masyarakat yang
demokratis dan bertanggungjawab, demikian isi peraturan perundangan tentang pendidikan.
Fungsi
dan tujuan pendidikan yang mulia tersebut harus diwujudkan oleh Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta. Apalagi Jakarta juga sudah memiliki Peraturan Daerah
tentang Sistem Pendidikan Daerah untuk lebih menjabarkan dan
"membumikan" prinsip-prinsip dalam UU Sisdiknas dengan kondisi
Jakarta. Namun, hingga memasuki tahun ke-488 usia Ibukota, upaya mewujudkan
fungsi dan tujuan pendidikan di DKI Jakarta sepertinya masih menghadapi banyak
kendala, peserta didik, dalam hal ini pelajar merupakan subjek pendidikan yang
berperan penting untuk masa depan Jakarta. Bagaimana kita bisa membentuk pelajar
Jakarta menjadi pelajar yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, bertanggungjawab,
sebagaimana dicita-citakan dalam SISDIKNAS, jika persoalan moralitas pelajar di
Jakarta masih pada kondisi kritis. Meningkatnya angka kasus tawuran pelajar dan
hadirnya PSK pelajar menjadi indikasi meningkatnya persoalan moralitas pelajar.
Kita pun dikejutkan dengan rencana pesta bikini dalam merayakan kelulusan
setelah Ujian Nasional SMU yang diadakan di sebuah hotel berbintang. Apalagi
acara ini ternyata bukan yang pertama kali.
Menurut
data dari Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), bahwa angka tawuran
pelajar meningkat. Kasus tawuran selama tiga tahun terakhir di Jabodetabek
mencapai angka 301 kasus dengan korban meninggal 46 pelajar. Dari data
tersebut, paling banyak kasus terjadi di Jakarta. Pada tahun 2013 saja, tercatat
112 kasus di Jakarta. Persoalan ini harus segera diselesaikan secara serius,
terpadu, dan tuntas dengan melibatkan semua pihak terkait. Banyak faktor akar
penyebab masalah tersebut yang bisa dianalisa dan kemudian dicari jalan
keluarnya agar bisa menghentikan terjadinya tawuran pelajar.
Di sisi
lain, terkuaknya praktik prostitusi yang terjadi di sebuah apartemen di Jakarta
yang melibatkan pelajar sebagai PSK diyakini hanya merupakan fenomena gunung es
prostitusi yang melibatkan pelajar. Prostitusi online maupun dengan memanfaatkan sosial media juga diyakini banyak
melibatkan pelajar sebagai pelakunya. Bukan hanya sebagai PSK, pada beberapa
kasus, oknum pelajar di Jakarta juga menjadi mucikari yang menawarkan rekan
sesama pelajar melalui berbagai media.
Perlu
dilakukan inovasi pada sistem pendidikan di Jakarta sehingga bisa terwujud
fungsi dan tujuan pendidikan di Jakarta sebagaimana tertulis pada Perda No 8
Tahun 2006 tentang Sistem Pendidikan di Jakarta. Pendidikan Karakter,
ketersediaan sarana untuk aktualisasi diri pelajar, pembinaan komunitas
pelajar, peraturan apresiasi, sanksi secara positif, dan berbagai kebijakan
serta program penanganan moralitas pelajar bisa didesain secara khusus dengan
partisipasi semua stakeholder. Semua
pihak perlu terlibat dan saling bersinergi dalam pembenahan moral pelajar ini.
Dinas Pendidikan tidak perlu menutup diri dan berjalan sendiri dalam melakukan
pembenahan, karena boleh jadi sumberdaya dan metode/pendekatan untuk melakukan
pembenahan tersebut justru berlimpah di luar.
Momen Hardiknas yang akan diiringi dengan Ulang Tahun Jakarta ke-488 merupakan waktu yang tepat bagi Pemerintah Provinsi Jakarta untuk melakukan pembenahan dan upaya berkesinambungan mewujudkan pelajar-pelajar di Jakarta sebagai “Pelajar Unggul dalam Ilmu, Iman dan Taqwa.” Karena mereka adalah Pemimpin Masa Depan Ibukota.
Momen Hardiknas yang akan diiringi dengan Ulang Tahun Jakarta ke-488 merupakan waktu yang tepat bagi Pemerintah Provinsi Jakarta untuk melakukan pembenahan dan upaya berkesinambungan mewujudkan pelajar-pelajar di Jakarta sebagai “Pelajar Unggul dalam Ilmu, Iman dan Taqwa.” Karena mereka adalah Pemimpin Masa Depan Ibukota.
Post a Comment